GOA PAYAMAN
Administrator 29 Juli 2017 13:42:56 WIB
Goa payaman terletak di Kepuhan RT.11, Argorejo, Sedayu, Bantul,Yogyakarta sekitar 14 Km dari kota Yogyakarta. Dari jalan raya yogya wates km 12 tepatnya diperempatan sedayu kearah selatan kurang lebih 1,5 km melalui jalan sedayu gesikan, sarana dan prasarana jalan sudah cukup memadai dan dapat dilalui oleh kendaraan roda 4, truck dan bus.
Sejarah Payaman
Oleh juru kunci :
Ki Sastro Jumadiyono & Ki Ngadiman
Sejarah Gua Payaman
I. Asal mula gua Polaman/Gua Payaman
Terletak di Bukit Selo, dahulu Bukit Selo adalah Bukit bebatuan, bukit terjal, bukit batu kapur. Bukit Selo merupakan deretan Bukit, dari Argodadi sampai Argorejo (sekarang). Bukit Selo memendam misteri sejarah diantaranya adanya Gua Payaman yang terletak di daerah Argorejo sebelah selatan berbatasan dengan Argodadi.
Gua Payaman terdiri dua Gua yang terkenal :
1. Gua Lanang
2. Gua Wadon
Dua Gua tersebut memiliki cerita, bahwa Gua Payaman pada waktu itu dijadikan pelarian (persembunyian Prajurit Majapahit ketika terjadi perang Kerta Bumi dengan Rana Wijaya serta Demak dengan Majapahit). Pada waktu Majapahit yang berkuasa dalam masa pemerintahan Kerta Bumi (Brawijaya V) terjadi perang saudara terus-menerus.
II. Demak dengan Majapahit
Pada waktu R.Patah memohon kepada ayahandanya ingin membuat masjid dilingkungan Kraton Majapahit. Serta ingin agar ayahanda berganti keyakinan (agama) menjadi agama islam. Akan tetapi sang Prabu tidak mau akan tawaran itu, serta tidak mengizinkan jika didirikang masjid dilingkungan Kraton, terkecuali jika hanya mengajarkan agama Islam. Karena kebijaksanaan sang Prabu dalam pemerintahan, para pejabat kerajaan pun diperbolehkan memeluk agama Islam. Akan tetapi, R.Patah tidak sabar ingin segera mewujudkan cita-citanya yaitu mengislamkan masyarakat tanah Jawa. Beliau telah diperingatkan para Wali, supaya cara mengislamkannya jangan menggunakan kekerasan apalagi peperangan. Namun, R.Patah tetap pada kehendak hatinya.
Keinginan Raden Patah untuk segera menguasai Majapahit, menjadikan peperangan anatara Demak dan Majapahit. Demak yang menjadi Senopati adalah sunan Kudus dan Sunan Ngundung, sedangkan Majapahit, Adipati Terung dan Mpu Sopa Anom. Adipati Terung adalah adiknya R.Patah, Mpu Sopa Anom adalah adik iparnya Sunan Kalijaga. Dalam peperangan Sunan Ngundung tewas ditangan Adipati Terung, Kerajaan Demak mundur untuk sementara waktu. Dengan Tewasnya Sunan Ngundung menjadi pemikiran para Wali.
III. Pemberontakan R.Rana Wijaya ke Majapahit (masa Kerta Bumi)
R.Rana Wijaya adalah putra Singha Wikrama. Pada waktu Singha Wikrama berkuasa diberontak oleh Kerta Bumi dan berhasil ditaklukkan, Kerta Bumi menang. Singha Wikrama melarikan diri dari Majapahit ke Kediri, dengan keluargnaya dan Prajurit yang masih setia dalam pengungsian Singha Wikrama menyusun kekuatan. Setelah siap dengan Bala Tentaranya yang dipimpin R.Rana Wijaya, berangkatlah memberontak Kerta Bumi.
Dengan waktu yang bersamaan, Demak melalui pemikiran Para Wali yang dipercaya (Sunan Giri dan Sunan Kalijaga) membuat siasat perangnya agar tidak terjadi banyak korban jiwa. Sunan Giri menemui Senopati Adipati Terung untuk bergabung ke Demak daripada terjadi perang saudara terus-menerus. Sedangkan Sunan Kalijaga menemui adik ipar Mpu Sopa Anom untuk bergabung dengan Demak, melalui cara yang halus jangan sampai sang Prabu mengetahuinya. KarenaMpu Sopa Anom adalah kepercayaannya Sang Prabu, maka Mpu Sopa Anom juga disuruh agar membujuk sang Prabu mengungsi, meninggalkan Kerajaan demi keselamatan Sang Prabu Kerta Bumi. Kedua Senopati (Mpu Sopa Anom dan Adipati Terung) menyanggupi perintah para Sunan. Kemudian Mpu Sopa Anom menemui sang Prabu untuk mengungsikan Sang Prabu dengan cara yang halus. “Demi keselamatan Sang Prabu, sementara waktu agar Sang Prabu mengungsi meninggalkan kerajaan, kiranya yang lebih aman ke Gnung Lawu tempat Sang Resi Maha Meru, jika keadaan sudah aman, barulah kembali lagi ke Kerajaan, Akhirnya bujukan Mpu Sopa berhasil, Sang Prabu meninggalkan Kerajaan dan pergi ke Gunung Lawu hanya dengan dua pengawal.
1. Tumenggung Edro Sujarwo
2. Pangeran Purbo Wiwoho
Prajurit yang dipimpin Senopati Gusti Panesti Kalangkabut melawan Prajurit Rana Wijaya, kerana Adipati Terung dan Mpu Sopa Anom sudah meloloskan diri dari peperangan.
Bersamaan dengan itu, Senopati Demak Sunan Kudus dan Prajuritnya mengetahui bahwa Kraton sudah kosong, isi Kraton termasuk isteri Permaisuri sang Prabu di boyong dan tidak bisa dibawa olehnya dibakar hingga hangus. Peperangan dimenangkan oleh Rana Wijaya, karena Majapahit sudah hancur maka Majapahit pindah ke Dha Ha Kediri. R.Rana bergelar Gerindra Wardana Dyah Rana Wijaya / Browijoyo VI (1471-1519).
IV. Sang Prabu Kerta Bumi/Browijoyo V
Dalam pengungisan di Gunung Lawu bersama dua pengawal, sesudah sang Prabu Kerta Bumi sampai di Gunung Lawu bertemu dengan sang Resi Maha Meru bercerita keadaan Majapahit dan yang menjadi permasalahannya sang Resi juga tersinggung tentang keyakinan yang dianutnya. Karena dalam ajarannya suatu keyakinan tidak boleh dipaksakan, lalu Sang Resi dan Poro Cantrik mempersiapkan diri apabila nanti musuh sampai di Gunung Lawu.
Cantrik yang menjadi Sanditelik melapor kepada Sang Resi, bahwa Prajurit Rana Wijaya akan ke Gunung Lawu menangkap sang Prabu, Sang Prabu mendengar perkataan Cantrik, lalu Sang Prabu pamit kepada Sang Resi untuk meninggalkan Gunung Lawu. Kepergian Sang Prabu diizinkan untuk pergi meninggalkan Gunung Lawu ditemani dua Cantrik dan dua Pengawalnya.
Dalam perjalanan sang Prabu menuju kearah Barat, sang Prabu merasa sangat sedih, karena Kerajaan sudah hancur, dikejar-kejar musuh lalu tiada tempat yang akan dituju melangkah tanpa tujuan yang pasti. Hanya kedua Cantriknyalah yang bisa menghibur, “sampun Pinesti” (sudah takdir) setiap kali menghibur selalu terucap kata itu. Dan akhirnya Sang Prabu nglenggono (ikhlas) Yo Cantrik Aku pinesti garising Kuwoso, Gusti Pinesti, Gusti Prabu ganti nama menjadi Gusti Pinesti untuk nyamudono(menyamar).
V. Kedatangan R.Rana Wijaya ke Gunung Lawu
Bertujuan ingin menangkap Kerta Bumi, tetapi sesampainya di Gunung Lawu tempat Padepokan Resi Maha Meru, Kerta Bumi sudah pergi. Karena sebelah barat Gunung Lawu merupakan kekuasaan Demak, maka R.Rana wijaya tidak berani meneruskan pengejaran Kerta Bumi melainkan memohon kepada Sang Resi doa’nya untuk merestui (Jumeneng Noto) di Dha Ha Kediri karena Kraton Majapahit sudah hancur, apabila dibangun membutuhkan biaya besar, lalu R.Rana Wijaya dan Prajuritnya pulang ke Kediri.
VI. Perjalanan Sang Prabu (Browijoyo V) dari Gunung Lawu)
Perjalanan yang amat melelahkan tak mengehentikan semangatnya, begitupun dua Cantrik dan Pengawalnya yang senantiasa menemani dalam suka dan duka. Pakaianya yang compang-camping, tidak layak apabila digunakan oleh raja, nama yang sudah ganti menjadi Gusti Pinesti/Panesti membuatnya tidak dikenal oleh orang-orang yang dulu mengenali dirinya.
Sampailah di Bukit bebatuan/Bukit Selo, didapatinya sebuah Gua yang terletak ditengah bukit, sebelah timur pegunungan, sebelah selatan bukit, seblah barat jurang dan sungai tetapi tempatnya nyaman dan aman karena perjalanan sudah pol sampai di Gua, keadaan aman (lalu jadilah nama Panyaman). Gua Polaman/Panyaman terbagi menjadi dua bagian yang pertama Gua Lanang dan yang kedua, Gua Wadon. Menurut sejarah, Gua Lanang ini dijadikan tempat bertapa, sedangkan Gua Wadon dijadikan tempat tinggal Sang Prabu Kerta Bumi/Browijoyo V Gusti Pinesti. (Dia bertekad tidak akan kembali lagi ke Majapahit/Demak sampai akhir hayatnya di Gua Payaman).
VII. Senopati Majapahit : Adipati Terung, Mpu Sopa Anom/Sendang Sedayu, Gusti Pinekti/R.Tawang Sari Dalam Pelarian/Mengungsi
1. Adipati Terung (adiknya R.Patah/Senopati Majapahit)
Karena dipengaruhi Sunan Giri, meloloskan diri mengungsi sampailah ke Bukit Beji dekat Mangir. Adipati Terung disarankan oleh Joko Balut/R.Megatsuri/Ki Ageng Mangir I, yang sudah terlebih dahulu dedukuh disitu.Supaya ikut dedukuh di Bukit Beji (=Bidji=Bi Bitsiji=Bibit Pertama kali Joko Balut babat disitu).
2. Mpu Sopa Anom (menantu Adipati Tuban adik iparnya Sunan Kalijaga dijodohkan dengan Dewi Rosuwulan)
Sesudah perjalanan, bertemu dengan Sunan Kalijaga, Mpu Sopa Anom bertanya kepada jeng Sunan Kalijaga : “Rokomas Kalijaga dimana ya kiranya tempat yang aman untuk mengungsi ?”. Jawab kanjeng Sunan Kalijaga: “Pergilah terus ke barat sampai Kali Progo, sebelah timur ada perbukitan diantaranya Bukit Selo, Bukit Beji disitu sudah ada Prajurit Majapahit yang tinggal disekitar Bukit tersebut. “Terimakasih Rokomas, saya kan meneruskan perjalanan jauh dan melelahkan, maka Mpu Sopa Anom berhenti istirahat, teryata sudah sampai Bukit Bedji bertemudengan Joko Balut/Ki Ageng Mangir I. Bedji tempatnya tinggi, angin laut semilir Laut Selatan juga bisa terlihat dengan jelas pada waktu itu. Beliau juga dipertemukan dengan Adipati Terung yang sudah terlebih dahulu mengungsi. Setelah bertemu dan membicarakan banyak hal tentang Majapahit lalu memutuskan mencari tempat yang lebih aman. Alasan menetap di pengungsian karena jika pulang pasti masih diancam musuh (dilakukan demi keselamatan keluarga). Sopa Anom bertanya pada Ki Ageng I, kalau Bukit Selo itu disebelah mana Ki Ageng?, ada disebelah utara sana, coba kamu lewat tepian Kali Progo kalu sudah sampai anak sungai (Kali Konteng), di sebelah timur Kali Konteng itulah bukit Selo. Dengan demikian, Mpu Sopa Anom pamit kepada Ki Ageng Mangir I, juga Adipati Terung untuk menuju ke Bukit Selo.
Sesampainya di Bukit Selo, Mpu Sopa Anom menelusuri Bukit, lalu bertemu dengan Cantrik disekitar Gua Payaman dan bertanya: “Kisanak, benarkah ini Bukit Selo? Benar Gusti. “Apakah disini tempat tinggal yang aman untuk pengungsian? “Jawab Cantrik (Cantrik mengetahui bahwa mereka adalah Prajurit Majapahit) : Ada Gusti, mari saya antar ke Gua, bahwa didalam Gua sudah ada yang menempati yaitu Gusti Panesti/Pinesti tetapi Mpu Sopa Anom tidak mengenal Prabu karena pakaianya yang compang camping dan namanya telah berganti. Akan tetapi Gusti Pinesti tetap mengenal mereka (Prajurit Majapahit. Mpu Sopa Anom). Maka, untuk sementara waktu bertempat tinggal disekitar Gua Payaman. Anak dan isterinya masih ditinggal di Bedji tempat pengungsian pertama. Sesudah punya tempat tinggal (Gubuk) tepatnya diatas Gua Lanang, lalu anak isterinya dijemput dari pengungsian dibawa ke tempat persinggahan yang baru yaitu di sekitar Gua Payaman.
Mpu Sopa Anom + Rosuwulan mempunyai lima orang anak. Anak pertamanya menjadi Adipati Tuban, kedua Nimas Arus Sar, ketiga R.M. Sidoaji Sopa, keempat Nimas Sidoaji Sopa, kelima meninggal bersamaan dengan ibunya ketika melahirkan. Mpu Sopa Anom membuka hutan sebelah utara dari Gua Payaman (yang sekarang menjadi Sedayu), berasal dari kata Sendang Sedayu, berdampingan dengan Ki Ageng Karang. Sesudah bisa ditempati, temat tinggalnya indah ke Sedayu, putrinya yang bernama Nimas Sido Ayu Sopa dijodohkan dengan Ki Ageng Karang, jadilah nama desa Sedayu Karang. Lalu dikaruniai putra bernama R.M. Karang Lo, R.M. Karang Lo ngabdi ke Mataram diberi jabatan Demang.
Lalu putrinya yang bernama Nimas Arum Sari dijodohkan R.Wongso Prono/Syekh Bela Belu yang bernama Nimas Kuncorowati, punya putra bernama R.M Senowo, menurut sejarah R.M Seno adalah kepercayaan Ki Ageng Mangir di daerah Sedayu/ abdi dalem Mangir Kang Kinasih apabila sowan ke Mangir diantar jemput Kuda ki Ageng Mangir, jadi apabila Ki Ageng Mangir nimbali hanya utusan kuda untuk menjemput apabila pulang juga diantar(kuda pulang sendiri).
Sedangkan Syekh Bela Belu/R.Wongso Prono Putra Browijoyo V No.32 makam Syekh Bela Belu di Mancingan/Parang Tritis. Menurut sejarah, apabila ketempat cucunya (R.M Senowo) maupun pulang dari Senowo Syekh Bela Belu hanya (menyerbetkan sorbanya) sudah sampai tujuan. Pada akhirnya Mpu Sopa Anom ditinggal isterinya Nimas Rosuwulan gelisah terus, karena dulu ketika awal pertemuannya berjanji sehidup semati, mungkin itu yang menjadi kegelisahannya. Mpu Sopa Anom memutuskan untuk bertapa di Gua Payaman (Gua Lanang) sampai akhir hayat (Musno sakragane) menurut sejarah dia bertapa sampai Gua Lanang tertutup dengan sendirinya.
VII. Gusti Panekti Putra Browijoyo V. No.90
Senopati Majapahit, masih muda pemberani, keras dan tegas (bahasa jawanya : lagi mempeng) Sesudah Senopati yang lain, seperti Mpu Sopa Anom dan Adipati Terung meloloskan diri meninggalkan peperangan, Gusti Pinekti keseser Prajuritnya kalang kabut, Gusti Pinekti terkena panah ketika mengendarai kudanya dengan kencang sampai desa Tawang Sari jatuh tak sadarkan diri. Ditolong oleh muridnya Jeng Sunan Kalijaga, lalu dibawa ke Padepokan dan diobati. Sementara waktu di Tawang Sari sampai sembuh lukanya, sambil mengaji dengan Sunan Kalijaga, dan diberi nama oleh Jeng Sunan Tawang Sari, setelah sembuh lukanya, minta pamit untuk meneruskan perjalanan mencari ayahandanya dan saudara-saudaranya.
Pada waktu Gusti Pinesti pamit, Sunan Kalijaga bertanya : “Akan kemana Kisanak? Raden Panekti menjawab : “Akan mencari Ayahanda Kerta Bumi dan saudara-saudaraku. “Jika begitu, Kisanak pergilah kearah Barat, setelah sampai Kali Progo sebelah timur ada Bukit bebatuan, disitulah Bukit Selo dan ditempat itulah ayahandamu berada. “Baiklah, terimakasih Jeng Sunan”. Lalu, Gusti Panekti pergi meninggalkan desa Tawang Sari.
Dalam perjalannya tidak ada yang menemani hanya Kuda yang dikendarainya, naik gunung, turun jurang sampailah tepi Kali Progo, disitu yang sudah ada penghuninya bertanya kepada Orang Deres(penyadap kelapa) kepala dan minta nira (badek) sesaat disitu teryata yang ditanya masih saudaranya sendiri yaitu Joko Balut/Ki Ageng Mangir. Lalu, Gusti Pinekti diajak ketempat tinggal Ageng untuk sementara waktu tinggal di Mangir, sambil bercerita tentang Majapahit. Dan tujuannya sampai ke tepi Kali Progo, Gusti Pinekti diberitahu untuk ke Bukit Selo, sebelah utara. Untuk menelusuri tepi bukit, sesudah pol sampai utara bukit bebatuan.
Sampai di Bukit Selo bertemu dengan dua cantrik yang sedang mencari rumput, Gusti Pinekti bertanya : “Kisanak, apakah benar ini adalah Bukit Selo?”, benar Gusti. “Apakah disini ada tempat yang aman untuk pengungsian?|, ada Gusti, mari kami antar. Gusti Pinekti diantar ke Gua Panyaman. Disitulah Gusti Pinekti bisa bertemu dengan ayahandanya Kerta Bumi dan juga Mpu Sopa Anom, Endro Sujarwo, Purbowiwoho dan Prajurit lainnya, Gua Payaman adalah tempat pengungsian yang paling aman. Karena luka panah beracun, yang tidak bisa disembuhkan secara total, akhirnya Gusti Pinekti wafat di Gua Payaman, dan dimakamkan di sebelah timur Gua Wadon Payaman.
VIII. Browijoyo V mempunyai putra yang bernama Joko Mulyo/Permodo (Putra No.17) mempunyai putra Joko Suhendro/Endo Sujarwo. Jadi menantu Adipati Penging, dia adalah Pengawal raja dengan Joko Wowoho/Purbowiwoho.
Gusti Endro Sujarwo + Dyahayu Retnosari mempunyai putra dan putri diantarannya :
1. Ge-Inderatama
2. Nimas Lukitasari
3. R. Manjuro Geindratam
R. Geindratama mengembara entah kemana, Nimas Lukitosari dijodohkan dengan Joko Tileng/Wono Rekso, putra Gusti Purbowiwoho bertempat tinggal disebelah selatan dari Gua Payaman, sedangkan R.Manjuro dijodohkan dengan putri Cantrik yang ikut mengungsi. Tempat tinggal disebelah timur Gua Payaman. Gusti Endro Sujarwo sampai wafat juga dimakamkan di makam Payaman.
IX. Gusti Joko Wiwoho/Purbowiwoho putra Penging masih saudara ipar dengan Gusti Endro Sujarwo
Gusti Purbo Wiwoho + Wulan Doro Ajeng putri Selo Manik, mempunyai putra dan putri
1. Joko Tileng/Wono Rekso
2. Dewi Andayani
3. Maha Reni
Wono Rekso + Lukitasari mempunyai putra
1. Wilo Aji
2. Wirokromo
3. Wiroyudo
4. Wirowati
Dewi Andayani ikut suaminya disebelah barat Kali Progo, sedangkan Maha Reni dijodohkan dengan Joko Lantung atau Ki Buyut, Gusti Purbowiwoho sampai wafatnya juga di Panyaman dan dimakamkan di makam Panyaman.
X. Ganti Kang Cinarito
Yang pernah Bertapa di Gua Panyaman
- R. Wongso Prono/Syekh Bela Belu/ yang dimakamkan di G.Mancingan putra Browijoyo No.32
- R. Jaka Balud/R.Megatsari/Ki. Ageng Mangir I Babat Tanah Mangir Putra Brawijoyo No.43
- Sunan Geseng/Ki Ageng Cokrojoyo Putra dari R.Dubruk/R.Semawung, R.Dubruk putra Browijoyo V. No.40
- Joko Tinkir Putra Penging, Buyut Browijoyo V (waktu ditudung Sultan Demak)
- Ki Ageng Selo, Buyut Browijoyo V(waktu ingin menjadi Prajurit Demak dihina Sultan Demak)
- Sinang Joyo/Ki Ageng Giring I Buyut Browijoyo
Masih banyak lagi, setelah diketahui Gua Panyaman sebagai tempat persemayaman seorang Raja dan Senopati Majapahit Belanda datang berubah menjadi Gua Panyaman, apalagi setelah Kali Kanteng dibendung pertengahan abad-17, kerjasama Mataram dan Belanda, bendungan runtuh abad-18 ketika terjadi Perang Diponegoro. Gua Panyaman pernah dijadikan markas P.Diponegoro pada waktu perang Gerilya melawan Belanda
Sejarah ini diambil dari
1. Sejarah Nasional
2. Carita Masyarakat
3. Babat Tanah Jawa
4. Cerita Legenda
R.Bekel Purbo lah yang membuka sejarah Gua Payaman setelah sekian tahun dijajah Belanda dibantu oleh Simbah Wono Semito. Mbah Wono semito kemudian dijadikan juru kunci Gua Payaman, sesudah Raden Bekel Prawiro Purbo meninggal (W.Ahad kliwon 15 Dzulkaidah tahun Dal 1863/4 Maret 1933 M) dan dimakamkan di Karang Kabolotan (Senin legi 16 Dzulkaidah 1863/5 Maret 1933 M). Sesuai dengan wasiatnya, Simbah Wono Semito sebagai juru kunci Karang Kabolotan, namun masih juga menjadi juru kunci Gua Payaman.
Sesudah Mbah Wonosemito sepuh (tua), juru kunci Karang Kabolotan diwakilkan cucunya yaitu Ki Wagiman karena anaknya sendiri tidak ada yang mau menggantikan sebagai juru kunci Karang Kabolotan dan hanya menjadi juru kunci Gua Payaman sampai akhir hayatnya.
1. NIMAS RATU RETNONINGPURO
2. NIMAS RATU RETNO KENCONOWATI
3. NIMAS RATU SEKARINGPURI
4. PENGERAN BENOWO
Komentar atas GOA PAYAMAN
Formulir Penulisan Komentar
VIDEO
EKSTERNAL LINK
MUSIK
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Jumlah Pengunjung |
- Peraturan Desa Argorejo Disiplin Pamong
- Realisasi Anggaran 2023 dan APBKal 2024
- Kegiatan Pengamanan Lingkungan Malam Natal di Kalurahan Argorejo
- Pemerintah Kalurahan Argorejo Geliatkan Piket Malam
- Tebar Benih Ikan Mina Padi Polaman
- Penyuluhan Penanganan Sampah PPBMP Padukuhan Polaman
- Penyuluhan Penanganan Sampah PPBMP Padukuhan Semampir
Website desa ini berbasis Aplikasi Sistem Informasi Desa (SID) Berdaya yang diprakarsai dan dikembangkan oleh Combine Resource Institution sejak 2009 dengan merujuk pada Lisensi SID Berdaya. Isi website ini berada di bawah ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International (CC BY-NC-ND 4.0) License